Pertempuran Margarana-Bali
A. Latar Belakang Pertempuran
Latar
belakang munculnya puputan Margarana sendiri bermula dari Perundingan
Linggarjati. Dalam rentang waktu 1945-1950,
suasana Indonesia tidak kondusif. Banyak sekali pertempuran-pertempuran yang
terjadi. Salah satu pertempuran di daerah Bali, disebut Pertempuran Margarana
yang terjadi tanggal 18 November 1946.
Pada
tanggal 10 November 1946, Belanda melakukan perundingan linggarjati dengan
pemerintah Indonesia. Salah satu isi dari perundingan Linggajati adalah Belanda
mengakui secara de facto Republik Indonesia dengan wilayah kekuasaan yang
meliputi Sumatera, Jawa, dan Madura. Selanjutnya Belanda diharuskan sudah
meninggalkan daerah de facto paling lambat tanggal 1 Januari 1949.
Pada
tanggal 2 dan 3 Maret 1949 Belanda mendaratkan pasukannya kurang lebih 2000
tentara di Bali yang diikuti oleh tokoh-tokoh yang memihak Belanda. Tujuan dari
pendaratan Belanda ke Bali sendiri adalah untuk menegakkan berdirinya Negara
Indonesia Timur. Pada waktu itu Letnan Kolonel I Gusti Ngurah Rai yang menjabat
sebagai Komandan Resiman Nusa Tenggara sedang pergi ke Yogyakarta untuk
mengadakan konsultasi dengan Markas tertinggi TRI, sehingga dia tidak
mengetahui tentang pendaratan Belanda tersebut.
Di
saat pasukan Belanda sudah berhasil mendarat di Bali, perkembangan politik di
pusat Pemerintahan Republik Indonesia kurang menguntungkan akibat perundingan
Linggajati, di mana pulau Bali tidak diakui sebagai bagian wilayah Republik
Indonesia.
B. Tokoh
Pada
umumnya Rakyat Bali sendiri merasa kecewa terhadap isi perundingan tersebut
karena mereka merasa berhak masuk menjadi bagian dari Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI). Terlebih lagi ketika Belanda berusaha membujuk Letnan Kolonel
I Gusti Ngurah Rai bersama anak buahnya untuk diajak membentuk Negara Indonesia
Timur.Tapi, dengan tegas, pemuda Ngurah Rai
menolak.
I Gusti Ngurah Rai lahir di Desa Carangsari, Badung,
Bali, pada 30 Januari 1917. Ia merupakan Komandan Resimen Sunda Ketjil ketika Indonesia
sudah merdeka. Dan merupakan pemimpin kesatuannya dalam Pertempuran Margarana,
Bali.
Gambar I Gusti Ngurah Rai
|
C.
Puncak
Peristiwa
Penolakan
ini berbuntut panjang. I Gusti Ngurah Rai juga mendapat komando bahwa dirinya
dan anak buahnya harus merebut senjata dari NICA yang ada di Tabanan. Tanggal
18 November 1946, rencana tersebut dilaksanakan dengan baik dan mereka kembali
ke desa Marga. Karena geram, kemudian Belanda mengerahkan
seluruh kekuatannya di Bali dan Lombok untuk menghadapi perlawanan I Gusti
Ngurah Rai dan Rakyat Bali. Selain merasa geram terhadap kekalahan pada
pertempuran pertama, ternyata
pasukan
Belanda juga kesal karena adanya konsolidasi dan pemusatan pasukan Ngurah
Rai yang ditempatkan di Desa Adeng, Kecamatan Marga, Tabanan, Bali.
Setelah berhasil mengumpulkan pasukannya dari Bali dan Lombok, kemudian Belanda
berusaha mencari pusat kedudukan pasukan Ciung Wanara.
Pada
tanggal 20 November 1946 I Gusti Ngurah Rai dan pasukannya (Ciung Wanara),
melakukan pergi ke Gunung Agung, ujung timur Pulau Bali. Tetapi tiba-tiba di
tengah perjalanan, pasukan ini dicegat oleh serdadu Belanda di Desa Marga,
Tabanan, Bali.Tak pelak, pertempuran sengit pun tidak dapat diindahkan.
Sehingga sontak daerah Marga yang saat itu masih dikelilingi ladang jagung yang
tenang, berubah menjadi pertempuran yang menggemparkan dan mendebarkan bagi
warga sekitar. Bunyi letupan senjata tiba-tiba serentak mengepung ladang jagung
di daerah perbukitan yang terletak sekitar 40 kilometer dari Denpasar itu.
Pasukan
pemuda Ciung Wanara yang saat itu masih belum siap dengan persenjataannya,
tidak terlalu terburu-buru menyerang serdadu Belanda. Mereka masih berfokus
dengan pertahanannya dan menunggu komando dari I Gusti Ngoerah Rai untuk
membalas serangan. Begitu tembakan tanda menyerang diletuskan, puluhan pemuda
menyeruak dari ladang jagung dan membalas sergapan tentara Indische Civil
Administration (NICA) bentukan Belanda. Dengan senjata rampasan, akhirnya Ciung
Wanara berhasil memukul mundur serdadu Belanda.
Namun
ternyata pertempuran belum usai. Kali ini serdadu Belanda yang
sudah terpancing emosi berubah menjadi semakin brutal. Kali ini,
bukan hanya letupan senjata yang terdengar, namun NICA menggempur pasukan muda
I Gusti Ngoerah Rai ini dengan bom dari pesawat udara. Hamparan sawah dan
ladang jagung yang subur itu kini menjadi ladang pembantaian penuh asap dan
darah.
Perang
sampai habis atau puputan inilah yang kemudian mengakhiri hidup I Gusti Ngurah
Rai. Peristiwa inilah yang kemudian dicatat sebagai peristiwa Puputan
Margarana. Malam itu pada 20 November 1946 di Marga adalah sejarah penting
tonggak perjuangan rakyat di Indonesia melawan kolonial Belanda demi Nusa dan
Bangsa. Puputan Margarana
menyebabkan sekitar 96 gugur sebagai pahlawan bangsa, sementara di pihak
Belanda, lebih kurang sekitar 400 orang tewas. Mengenang perperangan hebat di
desa Marga maka didirikan sebuah Tuguh Pahlawan Taman Pujaan Bangsa.
Tugu
Pahlawan Taman Taman Pujaan Bangsa
|
Geen opmerkings nie:
Plaas 'n opmerking